PENGEMBANGAN MODEL PENANGANAN TINDAKAN BULLYING PADA SISWA SMA/SMK DI KOTA YOGYAKARTA

PENGEMBANGAN MODEL PENANGANAN TINDAKAN BULLYING PADA SISWA SMA/SMK DI KOTA YOGYAKARTA
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Laporan Penelitian Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog

S. Hafsah Budi A

Fakultas Psikologi

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan menghasilkan suatu model penanganan tindakan bullying pada siswa SMA/SMK di kota Yogyakarta. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat (1) mendeskripsikan tindakan bullying siswa, (2) mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan,  (3) mendeskripsikan persepsi guru, siswa, dan orang tua siswa terhadap pelaksanaan penanganan tindakan bullying .

Penelitian dilakukan di 6 SMA/SMK di kota Yogyakarta secara keseluruhan berjumlah 353 siswa. Staf sekolah 115 dan orang tua siswa 47. Data didapatkan dengan menggunakan dokumentasi, skala, wawancara mendalam, dan observasi. Skala  untuk menjaring korban dan pelaku bullying, persepsi guru, dan orang tua murid terhadap tindak bullying di sekolah. Teknik observasi untuk melihat proses belajar mengajar. Teknik wawancara untuk menggali lebih dalam terkait tindak bullying.

Penelitian ini menemukan bahwa 63,45% siswa pernah mendapatkan bullying, pelaku bullying 71,68% dari teman sekolah. Penyebab perlakuan bullying 29,20% anak yang kurang percaya diri. Dampak perlakuan bullying konsentrasi berkurang 41,46%. Reaksi korban 49.56% membalas perlakuan pelaku.  Pelaku bully melakukan dengan cara mengancam 70%. Persepsi orang tua terhadap tindakan bullying 59% anak aman di sekolah, anak ada masalah 44%, anak tidak melaporkan masalah bullying 48%. Staf sekolah peduli terhadap tindakan bullying siswa 58%, 32% melaporkan tindakan bullying, 50% mengawasi pelaku bullying, mendukung ada konsekuensi pada pelaku19% dan pelatihan pada pelaku bullying 11%.

Kesimpulan dari penelitian ini, bagi korban bullying perlu diberikan pelatihan kepercayaan diri, membina persahabatan, pelatihan asertivitas. Pelaku Bullying perlu diberikan; pelatihan keterampilan sosial: menerima perbedaan, menunjukkan rasa empati. Bagi Guru diberikan; pelatihan manajemen kelas dan pelatihan pendidikan pendisiplinan siswa. Bagi Orang tua diberikan; parent management training

Kata kunci: model, bullying, SMA/SMK

DEVELOPMENT OF TREATMENT METHOD FOR BULLYING ON SENIOR HIGH SCHOOL/VOCATIONAL SCHOOL'S STUDENTS IN YOGYAKARTA

S. HAFSAH BUDI A

Faculty of Psychology

University of Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

This research aimed to produce a treatment method for bullying in high school / vocational school in the city of Yogyakarta. In particular, research is expected to (1) describe the bullying of students, (2) identify problems that occur in the field, (3) describe the perceptions of teachers, students, and parents on the implementation of the handling of bullying.

The study was conducted at six senior high school/vocational schools in the city of Yogyakarta as a whole amounted to 353 students. 115 school staff and 47 parents of students. Data obtained using the documentation, the scale, in-depth interviews, and observation technique. The scale is designed to capture the victims and perpetrators of bullying, the perception of teachers, learners, and parents to acts of bullying in schools. Observation techniques to look at the conduct of teaching and learning process. Interview techniques to dig deeper related with handling of bullying matter.

This study found that 63.45% students has been bullied before, the perpetrators of bullying 71.68% of them are school’s friends. Causes of bullying treatment 29.20% of children who lack confidence. The impact of bullying treatment reduced their concentration up to 41.46%. 49.56% of the victim reaction are avenged to the offender. Bully perpetrator in bullying behavior by threatening 70%, perceptions of parents of bullying 59% of children safe at school, there is a problem 44% of children, the child does not communicate the issues of bullying 48%. School staff care about the bullying of students 58%, 32% reported bullying. 50% of staff will supervise the perpetrator of bullying and parenting support on the perpetrators of 37%, supporting the schools when giving consequences to the perpetrators of 19% and the proposed training at the perpetrators of bullying 11%.

The conclusions of this study, for victims of bullying need to be trained in self-confidence, foster friendships, assertiveness training and cognitive approach. Bullying Perpetrators need to be given; social skills training: to accept differences, understand others, show empathy. Teachers need to be given; classroom management training, educational training disciplining students. For Parents need to be given, parent managementtraining

Key words: model, bullying, senior high school / vocational school

PENDAHULUAN

Pada tahun 2009 tematik pembangunan Kota Yogyakarta adalah "Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas dengan Dukungan SDM yang Profesional". Maksud "Kota Pendidikan Berkualitas" adalah penyelenggaraan pendidikan di Kota Yogyakarta harus memiliki standar kualitas yang tinggi, keunggulan kompetitif dalam ilmu dan teknologi yang berdaya saing tinggi, menciptakan keseimbangan antara kecerdasan intelegensia (IQ), emosional (EQ) dan spiritual (SQ), sistem kebijakan pendidikan yang profesional serta penyediaan sarana prasarana pendidikan yang memadai. Makna lain pendidikan yang berkualitas ditunjukkan pada sistem pendidikan sejak input, proses dan output yang berkualitas, dari jenjang pendidikan terendah sampai jenjang pendidikan tertinggi, termasuk pendidikan yang ada di keluarga dan masyarakat.

Permasalahan siswa SMA/SMK, mereka masih termasuk  remaja pada dasarnya mempunyai masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi berbagai penyebab antara lain keadaan remaja itu sendiri, yaitu berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis serta perkembangan psikis remaja yang sedang mengalami banyak perubahan (masa transisi), selanjutnya sumber masalah yang berasal dari lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial (Gardner, 1988).

‘Bullying’ sepertinya sudah menjadi ‘bagian hidup’ siswa. Kasus bullying dalam bentuk paling ‘ringan’ seperti kata-kata hingga yang ‘keras’ seperti kekerasan fisik mudah ditemukan di lingkungan sekolah. Ada lagi siswa yang takut ke pusat perbelanjaan atau tempat keramaian karena takut ketemu kakak kelas, dan dapat terjadi besuknya disiksa tanpa ampun (Kompas, 6 Juni 2008). Apabila hal ini terjadi, sekolah jadi tempat yang tidak menyenangkan, bahkan menakutkan.  Bentuk bullying lain, termasuk electronic bullying di dunia maya, yang lebih memprihatinkan, bullying nyaris sudah terjadi di banyak sekolah selama bertahun-tahun. Seperti itukah wajah pendidikan kita?

Fakta ini jelas memprihatinkan, tidak hanya saat bullying terjadi tetapi karena dampaknya dapat sangat luar biasa terutama bagi korban. Penelitian yang dilakukan Psikolog Diena dari Sejiwa (2005-2007) pada pelajar usia 9 sampai 19 tahun di 3 kota, Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya 70% siswa mengaku pernah mendapat perlakuan bullying, dan yang tertinggi adalah pelajar di Yogyakarta. Argiati (2008) dalam penelitiannya menemukan dari 113 siswa SMA di Kota Yogyakarta 92,99% siswa mendapatkan bullying psikhis, 75% terkena bullying fisik. Sedangkan tempat bullying 69,3% disekolah, dan pelaku bullying 71,68% dilakukan teman sekolah. Situasi dan kondisi di Jogja seperti tersebut diatas menjadi keprihatinan bagi warga Jogja. Apabila persoalan-persoalan ini tidak segera diatasi tentunya akan menjadi citra buruk sehingga dapat mengurangi minat masyarakat dari luar untuk menyekolahkan putra putrinya di Jogja.

Merujuk pada teori yang disampaikan dan permasalahan yang terjadi di lapangan, penelitian ini berusaha memecahkan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penanganan tindak bullying pada siswa SMA/SMK. Manfaat dan keutamaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.  Model yang dihasilkan melalui penelitian ini dapat digunakan oleh para guru SMA/SMK dan Dinas Pendidikan Kota  dalam merumuskan dan mengembangkan program penanganan korban bullying untuk siswa SMA/SMK.

2.  Modul yang dihasilkan dapat digunakan oleh para guru dan peserta didik untuk meningkatkan kemandirian belajar.

Penelitian ini memiliki tujuan khusus yang akan dicapai setiap tahunnya.

Tujuan penelitian tahun pertama ini adalah sebagai berikut:

1.  Mendeskripsikan bagaimana persepsi guru, siswa, dan orang tua murid tentang terjadinya tindakan bullying di sekolah.

2.  Mengidentifikasi permasalahan yang dialami guru, siswa, dan sekolah tentang pelaksanaan penanganan tindak bullying.

3.  Memperoleh masukan dari guru, siswa, dan orang tua murid guna pengembangan model penanganan bullying,  modul, dan media penanganan bullying untuk siswa yang lebih memihak pada siswa.

Tinjauan Pustaka

1. Bullying

Dalam bahasa sederhana bullying digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kekerasan yang sengaja dilakukan secara terencana oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa lebih berkuasa terhadap seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya melawan perlakuan ini. Dalam kamus bahasa bullying adalah orang yang mengganggu orang yang lemah dan dapat diartikan juga sebagai anak yang lebih tua mengganggu anak yang lebih muda (Sadely, 2003).

Perilaku bullying mengandung risiko bahaya dan kerugian bagi orang lain maupun pelaku bullying. Perilaku bullying dapat terjadi dalam lingkup yang luas baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perilaku bullying merupakan bentuk perilaku agresi yang saat ini menjadi isu yang serius, seperti tawuran siswa, perselisihan antar pribadi, pelecehan terhadap guru maupun orangtua siswa yang dapat mengakibatkan luka fisik bahkan kematian. Buss (dalam Berkowitz, 2003), mengatakan bahwa para pelaku agresi sering tidak menunjukkan tujuan mereka yang sebenarnya ketika mereka menyerang seseorang, dan kalaupun mereka ingin jujur, mungkin mereka tidak dapat mengatakan perilaku bullying banyak mempunyai kesamaan elemen dengan perilaku agresif. Sebagai tambahan, bullying dapat berbentuk perilaku sosial seperti mengucilkan dari teman teman bergaul  (Due et al., 2005)

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku bullying adalah perilaku yang berasosiasi negatif yaitu mengarah pada perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental yang dianggap sebagai mekanisme untuk melepaskan energi destruktif sebagai cara melindungi stabilitas intra fisik pelakunya.

Bentuk-bentuk Bullying , Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mengelompokkan perilakubullying dalam 5 bentuk yaitu:

a.  Kontak fisik Langsung antara lain: memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.

b.  Kontak verbal Langsung antara lain mengancam, mempermalukan, merendahkan, memberi panggilan nama, sarkasme, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.

c.   Perilaku non-verbal langsung: melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam.

d.  Perilaku non-verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

e.  Pelecehan Seksual, kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.

Berdasarkan pendapat diatas khususnya dengan mengacu pada teori Riauskina dkk (2005) dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek bullying adalah kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku non verbal langsung, perilaku non-verbal tidak langsung, pelecehan seksual.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan terkena Bullying

Faktor yang menjadikan anak menjadi korban bullying menurut Pepler dan Craig (1989) adalah:

a.    Faktor Internal. Anak-anak yang rentan menjadi korban bullying biasanya  memiliki temperamen pencemas, cenderung tidak menyukai situasi sosial, atau memiliki karakteristik fisik khusus pada dirinya yang tidak terdapat pada anak-anak lain, seperti warna rambut atau kulit yang berbeda atau kelainan fisik.

b.    Faktor Eksternal. Anak yang pada umumnya berasal dari keluarga yang overprotektif, sedang mengalami masalah keluarga yang berat, dan berasal dari strata ekonomi/kelompok sosial yang terpinggirkan atau dipandang negatif oleh lingkungan.

Beberapa ciri yang bisa dijadikan korban bullying (Sejiwa, 2008):

a) Berfisik kecil, lemah, b) berpenampilan lain dari biasa, c) siswa yang rendah kepercayaan dirinya, sulit bergaul, d) anak yang canggung, gagap, e) anak yang dianggap menyebalkan dan menantang bully, dan f) anak yang dianggap sering argumentatif terhadap bully

Dampak bagi korban yang terkena bullying menurut Riauskina dkk (2005) yaitu:

a.    Kesehatan Fisik; Sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan  sakit dada  bahkan dampak fisik ini dapat mengakibatkank kematian.

b.    Menurunnya Kesejahteraan Psikologis dan Penyesuaian Sosial yang buruk.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk, ketika mengalami bullying korban merasakan banyak emosi negative  namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.

c.    Kesulitan Menyesuaikan diri dengan Lingkungan Sosial. Korban ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu,  dan kalaupun  mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.

d.   Timbulnya Gangguan Psikologis. Rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan  gejala gejala gangguan stress pasca trauma.

Akibat terjadinya bullying, ada beberapa hal yang harus dicurigai  ( Argiati,  2009):

a.    Anak pulang sekolah dengan pakaian seragam robek atau rusak,   atau pulang  sekolah kelaparan meskipun telah dibawakan bekal makanan atau uang jajannya pun dirampas. b. Turunnya prestasi belajar dan sulit konsentrasi. c. Mengurung diri, penakut, gelisah. d. Menangis, marah-marah/uring-uringan. e. Suka membawa barang-barang tertentu (sesuai yang diminta “bully”). f. Berbohong.

g.Melakukan perilaku bullying pada orang lain, menjadi kasar dan dendam.

Reaksi korban bullying

Rata-rata korban bullying tidak pernah melaporkan kepada orangtua dan guru bahwa mereka telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya.

Sikap diam sang korban ini tentunya beralasan. Alasan yang utama, mereka berpikir bila melaporkan kegiatan bullying yang menimpanya tidak akan menyelesaikan masalah. Jika korban melaporkan pada guru, guru akan memanggil dan menegur sang pelaku bullying, berikutnya pelaku bullying akan kembali menghadang sang korban dan memberikan siksaan yang lebih keras (Sejiwa, 2008).  Maka menurut para korban bullying, mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan terbaik.

Selain itu, anak-anak bisa jadi telah mempunyai suatu sistem nilai, misalnya bahwa mengadukan orang lain bukanlah sifat yang ksatria. Mengadukan orang lain adalah wujud sifat kekanak-kanakan, manja, lemah dan sama sekali tidak dewasa. Bagi sang korban lebih baik menanggung penderitaan ini sendiri daripada melanggar tata nilai di kalangan anak-anak dan mengadukan anak lain.

Pelaku Bullying (Argiati, 2009)

a.         Orangtua, sebagai pendidik utama dan pertama anak dalam menegakkan disiplin kadang terlalu keras. Sehingga anak merasa mendapat ancaman maupun perlakuan keras dari orangtuanya.

b.        Guru, sebagai pendidik kedua di sekolah dalam menegakkan disiplin kadang terjadi benturan dengan anak hal ini dikarenakan aturan yang diterapkan di rumah dan di sekolah berbeda.

c.         Teman sekolah atau teman bermain,  yang paling sering terjadi adalah teman, karena berbagai macam alasan.

2. Pengembangan Model

Berbagai penelitian, mengenai reaksi terhadap bullying. Banyak pengasuh sekolah percaya bahwa cara yang paling tepat untuk mengurangi school bullying adalah disiplin dan mengembangkan supervisi. School bullying dapat berbentuk verbal seperti ancaman, mengejek, atau ancaman fisik,  seperti serangan maupun pencurian  (Hendershot, dkk, 2006). Kekuatan fisik dan psikologis yang tidak seimbang, baik yang nyata atau yang merupakan anggapan juga merupakan makna lain dari bullying  (Woods & White, 2005).

Dampak Kesehatan fisik Kesejahteraan psikologis: marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan Sering bolos Ingin pindah sekolah Pengalaman yang tidak menyenangkan trauma Gangguan psikologis: cemas, PTSD (post-traumatic stress disorder), depresi, keinginan bunuh diri.

Dampak bagi pelaku Terperosok tindak kriminal pembelajaran negatif. R isk faktor korban kurang sosialisasi Percaya diri kurang untuk meminta bantuan Tidak mendapatkan dukungan dari guru ataupun teman sebaya menyalahkan diri sendiri putus asa.

Pembahasan Family system approach . Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk karakter anak. Berkaitan dengan pola asuh, bagaimana penerapan disiplin, interaksi orangtua dengan anak, iklim psikologis keluarga dan Cognitive approach dari internal anak.

Pengembangan Model School Bullying

a.        Program Prevensi Program Kampanye untuk mengurangi agresi di sekolah (Olweus, 1993) dengan 3 tujuan utama:

1)        Meningkatkan kesadaran tentang problem agresi pada masyarakat dan sekolah dengan memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku agresi Mengajak guru dan orangtua terlibat secara aktif dalam program ini.

2)        Mengembangkan peraturan di kelas yang jelas untuk memerangi perilaku agresi, seperti:“we will not bully other” , “ we will help student who suffer bullying other” dan “we will help student who suffer bullying by other” .

3)        Menyediakan dukungan dan perlindungan untuk korban agresi. Program ditujukan dengan target 3 kelompok tersebut, yaitu guru, orangtua dan siswa Program Prevensi (cont.).

b.   Program kampanye menyusun 2 langkah kongkrit/operasional,

1)     Buklet untuk personil sekolah yang mendeskripsikan bagaimana perilaku agresi terjadi/sebab-sebab munculnya perilaku agresi dan cakupan agresi dalam sekolah dan menawarkan saran praktis agar guru dan personil sekolah bertanggungjawab dalam mengontrol atau mencegah perilaku agresi.

2)     Buklet juga mendorong guru untuk mengintervensi saat terjadi bullying dan dapat memberikan siswa pesan jelas (clear message) bahwa: “agresi tidak  diperkenankan di sekolah kita”.  Serta melakukan penanganan serius jika memang terjadi bullying di sekolah

c.    Program Prevensi (cont.) Buklet juga didesain untuk orangtua berisi:

1)     Informasi dasar dan menawarkan bantuan pada orangtua korban dan  pelaku.

2)     Kaset video dipersiapkan, memperlihatkan sebuah episode kehidupan keseharian  dua orang anak yang menjadi korban agresi.

3)     Siswa diminta untuk mengisi kuesioner pendek, tanpa menyebutkan nama,  menyediakan informasi tentang frekuensi masalah agresi sebagai pelaku ataupun sebagai korban di sekolah dan menjelaskan bagaimana guru dan orangtua merespon, termasuk seberapa kesadaran dan kepedulian guru dan orangtua  tentang masalah agresi dan seberapa siap menyelesaikan masalah agresi tersebut.

d.   Program prevensi di Indonesia Target: guru Pelatihan “guru penyemai potensi”. Pelatihan “pelayanan prima”. Pelatihan “anti bullying di sekolah” . Target: siswa senior dan pengurus OSIS MOS “seru tanpa bullying di sekolah”.

1)     Prevensi & Intervensi

Peran Orangtua :

a)        Perhatikan dan kenali perubahan-perubahan yang ada pada anak.

b)        Jalin komunikasi yang hangat, akrab dan terbuka dengan anak.

c)        Jalin komunikasi dengan guru di sekolah.

d)       Jangan perlakukan anak dengan kasar, memperlihatkan kekerasan dalam keluarga atau memberikan tontonan yang mengandung kekerasan.

e)        Ajarkan anak untuk bersikap empati terhadap orang lain.

f)         Tanamkan pada diri anak, nilai-nilai moral yang luhur, etika dan agama yang konsisten dalam aktivitas  keseharian di lingkungan keluarga

g)        Jika anak sempat menjadi korban ‘bullying’, dukung anak untuk berani bersikap terbuka atau asertif terhadap pelaku.

2)   Prevensi & Intervensi

Peran Guru :

a)              Libatkan semua anak didik untuk bersama-sama mencegah dan mengatasi prilaku ‘bullying. b) Siswa untuk belajar berempati terhadap orang lain. c) Penanaman nilai-nilai kasih sayang dan saling menghormati melalui  berbagai materi pembelajaran dan interaksi yang terjadi di lingkungan sekolah.

d)             Memberi perlindungan dan semangat kepada siswa korban ‘bullying’  agar ia berani bersikap asertif terhadap pelaku ‘bullying’.

3)   Pelatihan “guru penyemai potensi”

Tujuan:

a)              Memotivasi diri mereka sendiri untuk melayani siswa dan menjalankan peran sebagai pendidik. b) Berperan sebagai suri tauladan yang mampu menginspirasi siswa untuk menjadi individu yang lebih baik.

4) “Anti-Bullying di Sekolah”

Tujuan: Di akhir pelatihan, guru mampu :

a)    Mengidentifikasi berbagai tindakan bullying, serta pelaku dan korbannya

b)             Memahami dampak negatif bullying terhadap kehidupan dan masa depan  korban. c) Membangun kesadaran tentang nilai-nilai yang kondusif untuk terciptanya budaya sekolah yang lebih manusiawi dan bebas dari perilaku bullying. d) Mengembangkan kebijakan anti-bullying. e) Membantu siswa untuk menghadapi bullying secara asertif. f) Mengambil langkah awal untuk membangun sistem anti-bullying yang   anggotanya meliputi guru dan siswa

5) “Masa Orientasi Tanpa bullying

Tujuan; Di akhir pelatihan, siswa-siswa senior dan pengurus OSIS mampu :

a)        Mengidentifikasi berbagai tindakan bullying, serta pelaku dan korbannya

b)        Memahami dampak negatif bullying terhadap kehidupan dan masa depan korban

c)        Memiliki kesadaran tentang konsep diri yang positif sehingga mampu  menjadi bagian dari budaya sekolah yang manusiawi dan bebas dari perilaku bullying

d)       Mampu menciptakan acara MOS yang seru, berkesan, dan bermakna  namun tanpa ada tindakan bullying dari siswa senior kepada siswa junior

e. Interpersonal Problem Solving Skills Training

Langkah-langkah IPSST

1)        Anak dilatih agar mampu mengungkapkan pendapat yang berbeda, tanpa rasa takut.

2)        Anak dilatih untuk memikirkan akibat dari perbuatan sosial

3)        Anak dibantu untuk mengembangkan sifat kepekaan untuk menyelesaikan masalah interpersonal

4)        Anak dilatih untuk mengembangkan cara berfikir menyelesaikan masalah

f. Parent Management Training

1)      Program PMT difokuskan pada interaksi antara anak dengan orang tua  yang sesuai dengan perilaku prososial.

2)      Menggunakan reward dan punisment untuk membentuk perilaku anak

Gambar 1. Dinamika Psikologis School Bullying

3. P ersepsi

Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apa yang dialami, dirasakan dan selanjutnya di perlukan dan diharapkan. Persepsi ini juga melibatkan kebutuhan atau need yang terkait dengan bullying. Need menurut Richard mengandung wants, desires, demands, expectation, motivation, constraints (Richard, 2006). Secara umum persepsi mengandung makna bagaimana siswa, orangtua, atau guru memandang bullying. Persepsi siswa, guru, dan orangtua dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.    Persepsi siswa mengandung (1) apa yang dilihat oleh siswa (2) apa yang menjadi kesulitan-kesulitan siswa (3) apa harapan-harapan siswa dalam penanganan tindak bullying.

b.    Persepsi orang tua mengandung  (1) apa yang dilihat oleh orang tua (2) apa yang menjadi kesulitan-kesulitan anak  (3) apa harapan-harapan orang tua dalam penanganan terhadap korban dan pelaku tindak bullying.

c.    Persepsi guru mengandung (1) apa yang dilihat oleh guru (2) apa yang menjadi kesulitan-kesulitan siswa (3) apa harapan-harapan guru dalam penanganan korban dan pelaku tindak bullying.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan riset dan pengembangannya. Pada tahun pertama, dilakukan studi tentang tindak bullying siswa SMA/SMK. Selain itu dilakukan juga identifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi para guru dan siswa ketika mereka terlibat dalam penanganan tindak bullying. Persepsi guru, siswa, dan orang tua murid juga dideskripsikan pada tahun pertama. Need Survey dan Need Analysis juga dilakukan pada tahun pertama untuk pengembangan model penanganan untuk tindak, penyusunan modul dan media penanganan yang akan dilaksanakan pada tahun kedua. Berdasarkan studi lapangan dan kajian teoritis yang relevan dikembangan suatu model, modul, dan media penanganan tindak bullying. Model dan modul tersebut diuji, direvisi, dan divalidasi serta disosialisasikan pada tahun ketiga. Berikut disampaikan tahapan kegiatan penelitian pada tahun pertama.

Gambar 2. Kegiatan Tahun Pertama

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif yang merupakan desain yang bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha memanipulasi setting penelitian, melainkan melakukan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi di mana fenomena tersebut ada (Purwandari, 2002). Penelitian deskriptif dilakukan dengan membuat gambaran secara sistematis, faktual, akurat, mengenai fakta-fakta dan sifat populasi. Penelitian deskriptif menempatkan peneliti sebagai pengamat dasar adanya suatu hal yang menarik perhatian (Moleong, 2005).

Subjek penelitian ini adalah guru, siswa, dan orang tua siswa di 6 SMA/SMK yang ada di kota Yogyakarta. Selanjutnya, penelitian ini melibatkan 120 orang guru  SMA/SMK, 50 0rang tua siswa dan 400 orang siswa SMA/SMK di kota Yogyakarta. Pengambilan subjek digunakan tehnik Purposiv yaitu dengan cara melakukan penelitian terhadap subjek secara individual berdasarkan ciri-ciri yang telah ditentukan dalam karakteristik dari penelitian (Azwar, 2003).

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, skala, wawancara mendalam,  DKT (diskusi terarah)) dan observasi. Skala  didesain untuk menjaring korban, pelaku tindak bullying yang dihadapi dan dilakukan oleh siswa dan untuk menjaring persepsi guru, peserta didik,  dan orang tua murid terhadap tindak bullying di sekolah yang digunakan sebagai subjek penelitian. Teknik observasi digunakan melihat pelaksanan proses belajar mengajar. Teknik wawancara digunakan menggali lebih dalam terkait dengan penanganan tindak bullying, permasalahan yang timbul, persepsi, dan sebagainya yang terkait dengan rumusan masalah yang diajukan

Analisis data dimulai sejak tahun pertama pelaksanaan penelitian, yakni dengan mendeskripsikan persepsi siswa terhadap tindakan bullying, persepsi orang tua siswa terhadap tindakan bullying yang dialami anaknya, persepsi staf sekolah terhadap tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa di lingkungan sekolah. Untuk analisis, digunakan program SPSS versi 12,0. Dari prosentase terbesar akan diperoleh kesimpulan mengenai suatu fenomena persepsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui beberapa perilaku bullying yang dialami siswa di Yogyakarta sebagai berikut:

1. Persepsi Siswa terhadap Perilaku Bullying

a.         Bentuk-bentuk Bullying

Beberapa tindakan bullying yang sering dialami siswa/I di sekolah antara lain:

1) Bullying Fisik, 2) Bullying  Psikologis

Hasil penelitian dapat di lihat pada data-data frekuensi bullying fisik dan psikologis yang tercantum  dalam tabel 1.

Tabel 1

Bentuk Bullying Fisik dan Psikologis

(N=353)

No

Bentuk Bullying Fisik

F

%

No

Bentuk Bullying Psikologis

F

%

1

Ditendang/didorong

182

52

1

Diejek/di olok-olok

183

52

2

Dipukul

169

48

2

Disoraki

173

49

3

Ditendang

132

38

3

Dijuluki dengan sebutan yg tidak baik

171

48

4

Dijegal/diinjak kaki

129

37

4

Dihina/dicaci

152

43

5

Dilempar dengan barang

130

37

5

Digosipkan

153

43

6

Diinjak

115

33

6

Di bentak-bentak

153

43

7

Dijambak/ditampar

96

27

7

Dituduh

141

40

8

Ditolak

62

18

8

Diancam

132

37

9

Dipalak/dikompas

64

18

9

Difitnah

128

36

10

Dimaki-maki

90

25

11

Dipermalukan di depan umum

89

26

b.        Faktor penyebab mendapatkan perlakuandan Dampak dari tindakan Bullying.

Tabel 2

Penyebab Mendapatkan Perlakuan dan Dampak dari Tindakan Bullying

(N=353)

No

Penyebab

F

%

No

Dampak Tindakan Bullying

F

%

1

Sulit bergaul

118

33

1

Merasa tertekan/gugup

194

55

2

Fisik kecil/lemah/cacat

94

26

2

Konsentrasi berkurang

130

37

3

Menantang bully

67

19

3

Tidak nyaman/terancam

108

31

4

Orangtua miskin/kaya

59

17

4

Malu

107

30

5

Kurang percaya diri

56

16

5

Kehilangan Percaya diri

100

28

6

Mempunyai logat tertentu/gagap

54

15

6

Stres dan sakit hati

87

27

7

Sulit bergaul/canggung

44

12

7

Tidak bahagia/tidak berguna

69

20

8

Over percaya diri

43

12

8

Membalas bully

54

15

9

Cantik/ganteng/tidak cantik/ganteng

42

12

9

Menangis

52

15

10

Rebutan pacar

38

11

10

Kasar dan dendam

54

15

11

Kurang pandai

27

8

11

Berbohong

44

12

c.    Reaksi yang Dilakukan Setelah Mendapatkan Bullyingdapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Reaksi yang Dilakukan setelah Mendapat Bullying

(N=353)

No

Reaksi  Tindakan Bullying

F

%

1

Mengabaikan tindakan pelaku

153

43

2

Membalas tindakan pelaku

127

36

3

Memaklumi tindakan pelaku

121

34

4

Diam saja karena tidak berdaya

63

18

5

Melarikan diri dari pelaku

30

8

d.   Pelaku dan Tempat Dilakukannya Bullying

Tabel 4

Pelaku dan Tempat Bullying Terjadi

(N=353)

No

Tempat  Tindakan Bullying

F

%

No

Pelaku  Tindakan Bullying

F

%

1

Di Kantin

221

63

1

Teman sekolah

281

80

2

Tempat parkir

99

28

2

Gank yang punya kekuasaan

76

22

3

Jalan menuju sekolah

42

12

3

Orang tak dikenal

72

20

4

Di sekolah

63

8

4

Guru

63

18

5

Di rumah

27

8

6

Di kelas

26

7

e.         Persepsi Pelaku Tindak Bullying

Tabel 6

Pelaku Tindak Bullying

(N-352)

No

Pernyataan

Frekuensi

Prosentase

1

Ancaman

248

70

2

Mengganggu adik kelas

125

36

3

Melakukan pelecehan kepada wanita

90

31

4

Merendahkan dengan sinis kepada orang yang lebih lemah

111

31

5

Mengejek/menjulurkan lidah

102

29

2. Persepsi Orang tua terhadap Tindakan bullying

Seri A

Tabel 7

Persepsi Orang Tua Terhadap Tindakan Bullying

(N-27)

No

Pernyataan

TT

T S

S

1

Saya merasa anak saya nyaman di sekolah

26

11

59

2

Guru/orang dewasa di sekolah melaporkan anak saya ada masalah

11

40

44

3

Anak saya bercerita pada saya mengenai kejadian bullying di sekolah

15

48

22

4

Anak saya sedang belajar ketrampilan sosial di sekolah yang akan membantu mengurangi bullying

44

11

15

5

Anak saya menjadi korban bullying di sekolah

30

44

11

6

Anak saya melakukan tindakan bullying di sekolah

11

81

4

Seri B

Tabel 8

Persepsi Orang Tua Terhadap Tindakan Bullying

(N-27)

No

Pernyataan

TT

TS

S

1

Anak anda tidak masuk sekolah karena tidak nyaman di sekolah/perjalanan ke sekolah

93

7

0

2

Apakah seseorang mengancam atau melukai anak anda di sekolah

100

0

0

3

Apakah anak anda terlibat perkelahian secara fisik di sekolah

96

0

4

4

Apakah anda membicarakan tentang bu l lying di sekolah anak anda

93

0

7

5

Apakah anda membicarakan tentang bul l ying dengan staf sekolah

100

0

0

6

Jika ya apakah anda merasa bahwa staf sekolah akan menindaklanjuti/

70

0

0

7

Jika tidak apakah anda akan datang ke sekolah

30

0

0

3. Persepsi Staf Sekolah Terhadap Tindakan Bullying

Tabel 9

Observasi Tindakan Bullying

(N-115)

No

Pernyataan

Tidak pernah

Pernah

Sering

1

Staf memantau siswa sebelum dan sesudah sekolah

18

19

63

2

Staf berada di halaman sekolah selama pergantian jam pelajaran

48

16

36

3

Ada beberapa staf yang siswa di kantin selama jam istirahat

37

19

44

4

Siswa saling bersikap baik satu dengan yang lain

13

7

80

5

Apakah diantara siswa saling mengatakan sesuatu yang bermakna?

51

23

26

6

Apakah diantara siswa saling mengatakan sesuatu yang baik

18

30

52

7

Apakah diantara siswa saling mengambil sesuatu yang bermakna?

42

28

30

8

Apakah diantara siswa saling memukul/mendorong?

95

5

0

9

Apakah diantara siswa saling membantu

18

26

46

10

Apakah diantara siswa saling mengatakan sesuatu yang menyakitkan?

91

9

0

11

Berapa kali seseorang mengancam/melukai siswa di sekolah

67

22

11

Tabel 10

Observasi Tindakan Bullying

(N-115)

No

Pernyataan

Ya

Tidak

1

Apakah anda mengamati tindakan bullying di sekolah

58

42

2

Apakah anda pernah melaporkan perilaku bullying

32

58

3

Apakah pernah diskusi tentang bullying

28

72

Tabel 11

Siswa Merasa Tidak Nyaman dan Tempat Terjadinya Bullying

No

Tempat-tempat Meresahkan

F

%

No

Tempat Terjadinya Bullying

F

%

1

Diluar sekolah

11

10

1

Ruang kelas

20

17

2

Kamar mandi

8

7

2

Ruang ganti

10

9

3

Ruang kelas

8

7

3

Luar sekolah

2

2

4

Kantin

5

4

4

Kantin

1

1

5

Ruang kelas

5

4

5

Halaman sekolah

1

1

6

Ruang ganti

3

3

6

Kamar mandi

1

1

7

Halaman sekolah

1

1

7

Bus

1

1

(N-115)

Tabel 12

Kekhawatiran staf sekolah Terhadap Bullying

(N-115)

No

Pernyataan

Tidak pernah

Serius/ sering

Nyaman

1

Seberapa nyamankah anda dengan siswa pelaku bullying

54

23

5

2

Seberapa seriuskah masalah bullying di sekolah

58

18

1

3

Seberapa seringkah terjadinya bullying di sekolah

59

14

1

Tabel 13

Tindakan dan Penanganan Apabila Terjadi Bullying

(N-115)

No

Tindakan

F

%

No

Penanganan

F

%

1

Mengingatkan pada pelaku

65

57

1

Membantu mengawasi pelaku bullying

46

50

2

Melaporkan pada sekolah/orang tua

46

40

2

Memberikan dukungan pengasuhan

31

37

3

Memberikan hukuman

31

27

3

Mendukungsekolah saat memberikan konsekuensi pada pelaku bullying

22

19

4

Ragu-ragu

12

10

4

Memberikan pelatihan / kebijaksanaan

3

11

Pembahasan

Penelitian ini menemukan bahwa 244 dari 353 siswa (69,3%) pernah mendapatkan bullying di sekolah. dari teman, guru dan orangtua. Jumlah tersebut dapat dikatakan cukup mengejutkan dan memprihatinkan bagi semua kalangan terutama bagi orangtua dan pendidik secara khusus dan kenyataannya hal itu paling banyak terjadi di sekolah.

Selain itu ditemukan pelaku bullying 71,68% diperoleh dari teman sekolah. Dari hasil temuan tadi perlu adanya usaha dari sekolah untuk membentuk kebijakan sekolah yang anti bullying. Menurut Andrew Mellor, pakar anti bullying dari Skotlandia, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan kebijakan sekolah yang anti bullying, yaitu: kejujuran, keterbukaan, pemahaman dan tanggung jawab.

Dampak perlakuan bullying yang dialami oleh korban yang paling banyak adalah konsentrasi berkurang yaitu 41,46%, akibat konsentrasi yang kurang tentunya membuat remaja prestasinya menurun. Reaksi korban yang dilakukan setelah mendapat bullying adalah membalas perlakuan pelaku yaitu 49,56%, dengan membalas perlakuan bully tentunya akan menjadikan situasi kenyamanan di sekolah semakin jauh. Hal ini kalau dibiarkan dapat menyebabkan perkelahian masal antar kelompok karena masing-masing akan membantu siswa yang dianggap sebagai teman.

Secara keseluruhan untuk memutus mata rantai terjadinya bullying pemerintah, sekolah dan orangtua harus bekerjasama dengan mengajak remaja untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan positif sehingga dapat mengurangi perilaku bullying.

Berdasarkan penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) tentang perilaku bullying pada remaja ditinjau dari perbedaan gender, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa remaja laki-laki usia 15 tahun lebih cenderung mem-bully dengan kontak fisik langsung, sementara remaja perempuan lebih cenderung mem-bully dengan perilaku tidak langsung. Namun tidak ditemukan perbedaan dalam kecenderungan melakukan bullying verbal langsung. Pada usia 18 tahun, kecenderungan remaja laki-laki mem-bully dengan kontak fisik menurun tajam, dan kecenderungannya untuk menggunakan perialku verbal langsung dan perilaku tidak langsung meningkat, meskipun anak perempuan masih tetap lebih tinggi kecenderungannya dalam hal ini.

Dalam penelitian ini secara skala hanya melihat bentuk bullying secara fisik dan psikis, adapun untuk melihat bulllying dalam bentuk pelecehan seksual dilaksanakan melalui wawancara dan observasi. Dari skala yang telah dibagikan ke beberapa sekolah menengah di kota Yogyakarta yang sekaligus menjadi subjek dalam penelitian, yaitu Sekolah Taman Madya (32 pelajar), SMKN 2 (68 pelajar), SMA 8 (47 pelajar), SMK Muh 3 (59 pelajar), SMK Muh 5 (58 pelajar), dan SMU Muh 1 (97 pelajar),  ditemukan beberapa hasil bentuk bullying fisik dan psikis yang banyak terjadi pada pelajar di sekolah Yogyakarta.

Berdasarkan prosentase perilaku bullying di atas bahwa sekurang-kurangnya dari sejumlah 353 pelajar kota Yogyakarta ada satu diantara dua pelajar secara signifikan mengalami korban bullying baik secara fisik maupun psikis. Bukti nyata ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi penelitian yang terdaftar pada tabel 1 menunjukkan bahwa 72% pelajar mengaku pernah terkena bullying, dan lebih sedikitnya ada 2% pelajar akan mengancam adik kelas jika tidak memberikan uang.   Perhatian perilaku bullying para pelajar merupakan suatu hal yang penting, dan seharusnya para orang tua, guru dan stakholder berusaha keras untuk mengidentifikasi perilaku pelajar korban bullying maupun pelaku bullying dan memberi intervensi sejak awal. Perilaku bullying pelajar merupakan prediksi yang sangat memungkinkan untuk menunjukkan gangguan merosotnya prestasi akademik para pelajar kota Yogyakarta.

Banyaknya perilaku bullying pada pelajar Kota Yogyakarta sering disebabkan oleh faktor-faktor kesulitan bergaul di lingkungan sekolah mereka, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yaitu menunjukkan 33% paling tinggi dibanding faktor-faktor bullying lainnya. Pelajar yang mengalami gangguan intimidasi (korban bullying) maupun pelaku bullying seharusnya memperoleh pengukuran perhatian secara penuh dari semua pihak-pihak terkait, yaitu: orang tua, guru dan stakholder; mulai dari kepala sekolah sampai para penjual kantin sekolah. Ada bukti yang baik bahwa mengajak semua stakeholder ikut terlibat dalam penanganan bullying pelajar secara keseluruhan akan meningkatkan kesadaran untuk berperilaku lebih positif dan dapat menimbulkan dampak positif pada prestasi belajarnya. (Handwerk dalam Bolton, 2010).

Siswa yang menjadi korban bullying biasanya menunjukkan beberapa sikap dan perilaku yang berbeda dari teman-teman lainnya, seperti; perilaku distress, depresi, atau kesedihan mendalam, takut atau enggan masuk sekolah, tertutup pada guru atau orang dewasa lainnya terhadap masalah yang dihadapinya, menghabiskan waktu sendirian karena merasa terisolasi, membutuhkan uang yang banyak tanpa alasan yang jelas, pulang ke rumah dalam kondisi memar-memar di tubuhnya, dan menunjukkan kemerosotan prestasi akademiknya (Handwerk dalam Bolton dan Graeve, 2010).

Dampak bullying yang paling memprihatinkan adalah dampak psikologis para pelajar yang menimbulkan perasaan inferior dan mental meraka hancur. Dari hasil penelitian ditemukan siswa kota Yogyakarta diperoleh beberapa dampak perilaku bullying sebagaimana tercantum dalam daftar tabel 2 yang menunjukkan tanda-tanda  seorang pelajar yang menjadi korban bullying di sekolah. Berdasarkan prosentase dampak perilaku bullying yang tercantum dalam tabel 2 di atas mengindikasikan ada 37% siswa/i merasa konsentrasi belajar mereka berkurang akibatnya prestasi akademiknya juga dapat menurun.

Ada beberapa reaksi yang dimunculkan seseorang apabila mereka menerima perlakuan bullying dari temannya. Ada sebagian yang mampu menahan dan mengkontrol emosinya dan mengabaikan perlakuan bullying yang diterimanya, ada yang memendam perlakuan bullying dan tidak berani bergaul dengan temannya karena merasa malu atas kejadian yang diterimanya serta mereka merasa terisolasi dari teman-teman yang lainnya, namun ada sebagian yang membalas perlakuan bullying bahkan kadang dengan balasan yang le bih menyakitkan.

Reaksi yang paling banyak dilakukan pelajar Yogyakarta setelah mendapat perilaku bullying adalah mengabaikan tindakan perilaku bullying yaitu sejumlah 43%.

Etiology : penyebab (harus digali lebih mendalam lewat wawancara mengapa mereka lebih memilih mengabaikan perilaku bullying, apakah tindakan mereka sudah benar?)

Banyak remaja yang memiliki gangguan perilaku bullying disebabkan faktor lingkungan (contoh; kemiskinan, orang tua berpendidikan rendah, dan lingkungan rumah yang tidak harmonis). Penyebab pokok (contoh; gangguan mental, skor IQ redah (75 sampai 90), dan buruknya pengawasan dari guru dan orang tua dapat memberikan kontribusi pada faktor-faktor lingkungan atau penyebab gangguan perilaku bullying yang saling berkaitan.

Bagaimanapun, gangguan perilaku bullying yang menetap dan signifikan dapat terjadi karena bimbingan dan pengawasan pendidikan yang kurang tepat, tingkat kecerdasan, dan status sosial-ekonomi keluarga, serta ketidakmampuan menghargai orang lain (contoh; ganguan-gangguan yang berkembang yang dapat juga terjadi pada area kemampuan menangani konflik diantara pelajar, perasaan sensitif, dan ekspresi menghina orang atau kelompok lain) merupakan penyebab munculnya perilaku bullying di kalangan pelajar.

Perilaku bullying di kalangan pelajar yang tidak ditangani sejak awal dapat mempengaruhi ketrampilan-ketrampilan dasar membina keharmonisan hubungan secara keseluruhan di lingkungan sekolah yang menyebabkan pelajar akan mudah melakukan tindakan kekerasan seperti tawuran antar pelajar.

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menemukan bahwa  dari 353 siswa (69,3%) pernah mendapatkan bullying di sekolah. Selain itu ditemukan pelaku bullying 71,68% diperoleh dari teman sekolah. Penyebab paling besar korban mendapat perlakuan bullying 29,20% adalah anak yang kurang mempunyai kepercayaan diri. Dampak perlakuan bullying yang dialami oleh korban yang paling banyak adalah konsentrasi berkurang yaitu 41,46%. Reaksi korban yang dilakukan setelah mendapat bullying adalah membalas perlakuan pelaku yaitu 49,56%. Berdasarkan prosentase perilaku bullying di atas bahwa sekurang-kurangnya dari sejumlah 353 pelajar kota Yogyakarta ada satu diantara tiga pelajar secara signifikan mengalami korban bullying baik secara fisik maupun psikis.

Peran sekolah dan orangtua dalam mengatasi bullying sangatlah penting, karena ketdaktahuan sekolah dan orangtua apabila siswa menjadi korban atau pelaku, sehingga bullying tetap terjadi terutama di sekolah. Sehubungan dengan hal itu diperlukan pelatihan bagi korban, pelaku, orang tua dan guru dalam menangani bullying.

Saran

1.         Bagi Siswa

a. Korban Bullying perlu diberikan;

1)       Model pelatihan kepercayaan diri: membina persahabatan, menghentikan berpikir negatif.

2)       Model pelatihan asertivitas.

3)       Cognitif approach (pendekatan kognitif, bisa dengan persuasi).

b.      Pelaku Bullying perlu diberikan;

Model  pelatihan keterampilan sosial: menerima perbedaan, memahami orang lain, menunjukkan rasa empati, belajar memaafkan kesalahan orang lain.

2.         Bagi Guru perlu diberikan;

a.        Model pelatihan manajemen kelas.

b.       Model pelatihan pendidikan pendisiplinan siswa.

3.         Bagi Orang tua perlu diberikan;

a.        Model pelatihan komunikasi efektif orang tua-anak (family system approach).

b.       Model pelatihan parent management.

DAFTAR PUSTAKA

Argiati , SHB, 2010, Efektivitas Pelatihan Asertivitas untuk Meningkatkan Ketahanan istri rentan korban kekerasan suami, Proceding Seminar Nasional Pendidikan Berkarakter Bangsa, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Argiati , SHB, 2009, Perilaku Bullying siswa SMA di Kota Yogyakarta, Proceding, Seminar Nasional Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Azwar, S. 2001. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berkowitz, L, 2003. Emotional Behavior, Jakarta: CV Teruna Grafica

Graeve, S and Bolton J, 2010. No Room for Bullies. New Delhi: Neelkamal Publication

John Naisbit, 1982, Megatrends: Ten New Directions Transforming Our Lives.

Monks, F.j. Knoers, A. M. P dan Haditono, S.R. (2004). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah  Mada University Press.

Moleong, J.L.,  2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Pepler dan Craig, 1989. “Bullying” Dalam dunia Pendidikan: Mengenal korban Lebih  Jauh. Diambil dari http://www.popsy.wordpress.com/2007. 15 Mei 2007.

Poerwandari, E. K. 2001. Pendekatan Kualitatif dalam Psikologi. Jakarta: LPSP Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Ramli, A. M. Nora, B.M, Siti, M.S. 2005. Gejala Buli. Diambil dari http://seminar pendidikan.com.kertas2012.pdf. 13 April 2008

Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S.R. (2005). ‘Gencet-gencetan’ di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah Kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ‘gencet-gencetan’. Journal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13

Samhadi, S. H. 2007. Budaya Kekerasan Di Lembaga Pendidikan. diambil dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/0704/14/fokus/3456065/htm. tanggal 15 April 2008

Sears, D.O. fredman, J.L., and Paplan, L. A.1994. Social Psychology. New Jersey. Prentice Hall: Inc.

Sejiwa (Tim Yayasan Semai Jiwa Amini), 2008. Bullying Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Penerbit PT Grasindo, Jakarta, 2008.

BIO DATA PENULIS

Nama              : Dra. S. Hafsah Budi A.,S.Psi.,M.Si

Jenis kelamin  : Perempuan

Alamat            : Jl. Kemitbumen 7 Panembahan Kraton Yogyakarta 55131

Email               : hafsahunik@gmail.com

Telpon             : (0274) 7470800/081903743553

Fax                   : (0274) 547042

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIDAK ADA SISWA YANG BODOH HANYA . . . .

Tiga Hal ini yang Perlu Kamu Lakukan Ketika Perasaan Cemburu Menyerangmu Melihat Teman Lebih Sukses

Cara Mematikan Klik Tombol Samping 2 Kali di HP iPhone